Kamis, 19 April 2018

10 makanan khas Korea

1.Bulgogi

        Bulgogi (bahasa Korea api, dan 고기 daging) adalah olahan daging asal Korea. Daging yang digunakan antara lain daging sirloin atau bagian daging sapi pilihan.Bumbu bulgogi adalah campuran kecap asin dan gula ditambah rempah lain bergantung pada resep dan daerah di Korea. Sebelum dimakan, daun selada digunakan untuk membungkus bulgogi bersama kimchibawang putih, atau bumbu penyedap lain.
Di Jepang, makanan yang sejenis disebut Yakiniku. Dibandingkan dengan Yakiniku, bumbu daging untuk bulgogi dibuat lebih manis. Air pada bumbu cukup banyak sehingga daging tidak dipanggang di atas plat besi (teppan), melainkan di atas panci datar.


2.Galbi atau Galbi-gui

       Galbi atau Galbi-gui adalah masakan Korea berupa daging iga sapi panggang yang dipotong pendek-pendek. Dalam bahasa Korea, galbi berarti iga (short ribs) atau daging yang ada di sekitar tulang iga. Terkadang, makanan ini juga bisa dibuat dengan memakai iga babi. Galbi bisa dibumbui atau dimasak tanpa bumbu. Bila dibumbui, biasanya daging iga direndam di dalam saus yang terbuat dari sari buah pir asia, arak beras, kecap asinbawang putihminyak wijen, dan gula. Saus ini bisa dibuat lebih pedas atau lebih jernih sesuai selera.
Ketika dipanggang, daging iga biasanya diiris sepanjang tulangnya. Hal ini supaya saus tadi bisa meresap ke dalam daging dengan lebih cepat, daging bisa matang lebih cepat, dan daging bisa lebih mudah dikonsumsi dengan sumpit setelah matang. Di Korea dan beberapa negara lainnya, daging iga untuk galbi yang sudah diiris telah tersedia di pasar swalayan dan toko daging.
Kalbi biasanya disajikan di rumah makan yang dikenal dengan nama galbijip (rumah galbi). Pengunjung memanggang sendiri daging galbi di atas pemanggang yang ada di masing-masing meja. Daging ini kemudian dibungkus dengan daun selada, daun perilla, atau daun sayur-sayuran lainnya. Sebelum dimakan, daging yang sudah dibungkus daun dicelupkan lebih dulu di dalam ssamjang, yakni saus yang terbuat dari campuran pasta kacang kedelai dan cabai merah.


3.Samgyeopsal

        Samgyeopsal (삼겹살; Pengucapan Korea: [samɡjʌp̚sal]) adalah masakan Korea berupa panggang daging perut babi yang berlemak dan tebal. Daging biasanya tidak dibumbui, dan dipanggang sendiri di atas pemanggang yang ada di meja rumah makan. Setelah matang, daging dimakan setelah dicelup ke dalam saus pedas.
Arti harfiah dari samgyeopsal adalah tiga lapis daging, "tiga (sam; ) lapis (gyeop; ) daging (sal;)," karena daging bagian perut babi terlihat seperti berlapis tiga. Ada pula daging berlapis lima yang disebut ogyeopsal (오겹살), o berarti "lima".


4.Hoe

      Hoe (diucapkan [hø~hwe]) adalah istilah umum untuk berbagai makanan Korea berupa potongan terbaik ikan segar atau daging yang tidak dimasak. Saengseon hoe (생선회,生鮮膾) adalah irisan tipis daging ikan segar atau makanan laut lainnya (serupa dengan sashimi). Yukhoe (육회,肉膾) adalah daging sapi mentah yang diberi bumbu kecap asin, gochujangminyak wijen, dan arak beras. Gan hoe (간회,肝膾) adalah hati sapi mentah yang dibumbui minyak wijen dan garam. Hongeohoe (홍어회, 洪魚膾) adalah irisan daging ikan pari yang sebelumnya disimpan di dalam guci hingga terfermentasi.
Saus cocol untuk saengseon hoe disebut chogochujang (초고추장) yang dibuat dari gochujang dan cuka. Sebelum dimakan, hoe bisa diberi wasabi atau dicocol ke saus chogochujang atau ssamjang (쌈장), dan dibungkus dengan daun perila atau daun selada. Sewaktu dihidangkan, hoe diletakkan di atas piring berisi dangmyeon agar terlihat menarik.
Di rumah makan, ketika selesai menyantap saengseon hoe, orang sering memesan maeuntang (sup ikan yang dibuat dari kepala ikan dan bagian ikan yang tidak bisa dijadikan hoe) .
Tradisi memakan daging dan ikan mentah di Semenanjung Korea diperkirakan diperkenalkan oleh orang Cina pada awal periode Tiga Kerajaan Korea (57 SM--668 AD). Dari kitab Analek karya Kong Hu Cu asal abad 1 SM ditulis, "Jangan makan sampai menghabiskan yang halus. Jangan makan sampai menghabiskan potongan yang terbaik (食不厭精,膾不厭細).[1] Istilah kuai (膾) mulanya berarti irisan ikan mentah atau irisan daging seperti daging sapi atau daging domba. Namun sejak zaman Dinasti Qin dan Dinasti Han, istilah ini hanya berarti ikan mentah. Setelah Buddhisme berkembang di Korea sejak periode pertengahan Tiga Kerajaan Korea hingga akhir Dinasti Goryeo (918–1392), membunuh hewan untuk dijadikan makanan merupakan hal yang harus dihindari. Oleh karena itu, rakyat meninggalkan kebiasaan makan hoe bersamaan dengan tidak lagi dikonsumsinya daging. Makanan ini kembali dihidangkan setelah memudarnya pengaruh Buddhisme pada akhir periode Goryeo. Pada masa Dinasti Joseon, kerajaan menjunjung tinggi ajaran Konfusianisme, sehingga hoe kembali populer sebagai makanan orang Korea.


5.Budae jjigae

     Budae jjigae (harafiah: sup pangkalan militer) adalah masakan Korea yang dibuat dari sup yang dimasak dengan ham dan daging kalengan.
Masakan ini bermula pada saat berakhirnya Perang Korea ketika rakyat kekurangan bahan pangan. Pada saat itu rakyat yang tinggal di Uijeongbu, provinsi Gyeonggi, memanfaatkan kelebihan bahan makanan dari pangkalan militer Amerika Serikat yang berupa daging kalengan dan ham. Mereka mengkombinasikan bahan-bahan ini dengan kuah masakan Korea yang berbumbu gochujang yang pedas dan merebusnya dalam panci besar.Lama kelamaan masakan baru yang sederhana dan mudah dibuat ini menjadi terkenal dan sering diasosiasikan dengan kota Uijeongbu sehingga disebut juga dengan uijeongbu jjigae.


6.Haejangguk

      Haejangguk (해장국) adalah jenis Guk. Pada zaman dahulu, haejangguk dimakan untuk menyadarkan diri dari rasa mabuk akibat minum sul, sehingga dinamakan juga sulguk ("sup minuman keras"). Lama-kelamaan, haejangguk dikenal sebagai hidangan populer di malam hari. Haejangguk tertulis dalam buku masak Dinasti Joseon tahun 1600-an dengan nama seongjutang yang disantap guna menyadarkan orang dari mabuk. Walau berasal dari Joseon, resep aslinya tak diketahui. 
Cara memasak berbeda-beda menurut daerah. Orang Seoul menambah doenjangtulang sapikol cina, dan darah segar. Di Jeonju, haejangguk dimasak dengan kecambah dan kuah dari kaldu, telur, dan jeotgal. Berbeda dengan daerah lain yang direbus panas-panas, di Uljin, haejangguk ditambah cumi-cumi segar yang dipotong tipis-tipis seperti mie, dibumbui dan dimakan dengan kuah dingin dan batu es, sehingga jadilah haejangguk dingin.


7.Kimchi

     Kimchi adalah makanan tradisional Korea, salah satu jenis asinan sayur hasil fermentasi yang diberi bumbu pedas. Setelah digarami dan dicuci, sayuran dicampur dengan bumbu yang dibuat dari udang krillkecap ikanbawang putihjahe dan bubuk cabai merah.
Sayuran yang paling umum dibuat kimchi adalah sawi putih dan lobak. Di zaman dulu, kimchi diucapkan sebagai chim-chae (Hangul침채Hanja: 沈菜) yang berarti "sayuran yang direndam."
Di Korea, kimchi selalu dihidangkan di waktu makan sebagai salah satu jenis banchan yang paling umum. Kimchi juga digunakan sebagai bumbu sewaktu memasak sup kimchi (kimchi jjigae), nasi goreng kimchi (kimchi bokkeumbap), dan berbagai masakan lain.
Literatur tertua yang memuat tentang kimchi adalah buku puisi Tiongkok berjudul Sikyeong (hangul:시경 hanja:詩經). Pada waktu itu, kimchi disebut "Ji" sebelum nantinya dikenal sebagai "chimchae".
Asinan berwarna hijau merupakan bentuk awal kimchi sewaktu cabai belum dikenal di Korea. Setelah dicampur dengan garam, sayuran seperti kubis dimasukkan ke dalam guci tanah liat setelah diberi garam, dan dipendam di dalam tanah sebagai persediaan makanan sewaktu sayuran segar tidak tersedia di musim dingin. Orang Korea baru mengenal cabai berkat jasa pedagang Portugis dari Jepang yang datang ke Korea pada abad ke-16.
Pedagang Portugis menyebarluaskan cabai ke seluruh dunia. Kapal-kapal Portugis berlayar melewati Tanjung Harapan di Afrika hingga sampai di India pada tahun 1498. Selanjutnya, cabai asal Amerika Selatan dibawa ke Asia melalui berbagai pelabuhan di Afrika atau langsung menyeberangi Samudra Pasifik. Pada tahun 1540, pedagang Portugis sudah berdagang di Indonesia dan cabai dibawa ke Tiongkok beberapa lama kemudian. Pedagang Portugis baru sampai di Jepang dan Korea pada tahun 1549. Filipina mendapat giliran mengenal cabai pada tahun 1564 sewaktu dilewati jalur perdagangan kapal Spanyol yang membawa cabai ke kepulauan Melanesia dan kawasan Mikronesia.
Resep asinan sayuran dan labu sudah dimuat dalam buku resep terbitan tahun 1670, tetapi tidak menggunakan cabai. Di dalam catatan sejarah abad ke-17 ditulis tentang 11 jenis kimchi, sedangkan cabai sebagai bahan kimchi mungkin baru populer bertahun-tahun kemudian (menurut perkiraan 200 tahun kemudian). Sebelum abad ke-19, kimchi hanya dibuat dari sayuran asli Korea karena sawi putih kemungkinan besar tidak dikenal di Korea sampai abad ke-19.


8.Seolleongtang

     Seolleongtang adalah jenis masakan Korea yang terbuat dari sup kaldu tulang sapi yang direbus dalam waktu lama.
Pada masa Dinasti Joseon (1392-1910), pada upacara ritual Sangsin di bulan kedua kalender lunarraja akan melakukan penghormatan bagi Shennong di Seonnongdan untuk bersyukur atas panen yang berlimpah. Pada ritual itu raja mempersembahkan berasjewawut dan hewan kurban seperti sapi dan babi. Setelah selesai melaksanakan ritual raja biasanya akan pergi ke jeokjeon, yakni kebun istana. Di jeokjeon raja akan memerintahkan juru masak istana untuk memasak bahan-bahan tersebut, yakni daging sapi untuk membuat sup, dan daging babi untuk membuat pyeonyuk. Raja akan mengundang petani-petani tua yang berusia di atas usia 60 tahun untuk menghadiri acara makan malam. Nasi dan daging sapi disajikan dalam ttukbaegi setelah diberi bumbu berupa bawang merah dan garam. Kata seolleongtang berasal dari seonnongtang, dikarenakan aktivitas raja setelah melaksanakan ritual di kuil Seonnongdan. Lama-kelamaan pengucapannya berubah menjadi seolleongtang.
Pada saat ini, seolleongtang biasanya dimakan di restoran khusus yang menyajikan seolleongtang. Butuh waktu lama untuk memasak seolleongtang untuk mendapatkan gizi dari tulang sapi. Jika disajikan di restoran, masakan ini dapat direbus dengan lebih lama sehingga kandungan gizinya akan dihasilkan lebih maksimal.

9.Kongnamul

     Kongnamul, contoh masakan Korea, mengacu pada banchan yang dibumbui (lauk) yang terbuat dari kecambah kedelai, serta menjadi istilah untuk kecambah itu sendiri dalam bahasa Korea. Ini adalah salah satu banchan yang paling umum, serta bahan dasar bibimbap.
Asal usul yang sebenarnya dari kongnamul tidak diketahui, tetapi diasumsikan bahwa telah makan sejak masa Tiga Kerajaan Korea atau awal era Goryeo. Rekaman mengenai kongnamul dapat ditemukan dalam dokumen dari era Goryeo, Hyangyak Gugeupbang (hangul: 향약구급방, hanja: 鄕藥救急方) di mana budidaya kecambah disebutkan; ketika Taejo dari Goryeo pendiri negara tersebut, tentara diselamatkan dari kelaparan dengan menumbuhkan tauge di sungai terdekat.
Pada dokumen era JoseonSallim gyeongje (hangul: 산림경제, hanja: 山林經濟), metode memasaknya telah disebutkan, dan pada dokumen era Joseon yang lainnya, Seonghosaseol (hangul: 성호사설, hanja: 星湖僿說) dikatakan bahwa kongnamul digunakan masyarakat miskin untuk membuat juk. Kongnamul sekali lagi disebutkan dalam Cheongjanggwanjeonseo (hangul: 청장관전서, hanja: 靑莊館全書) sebagai makanan pokok yang dikonsumsi selama masa kelaparan.


10.Bibimbap 

      Bibimbap adalah masakan Korea berupa semangkuk nasi putih dengan lauk di atasnya berupa sayur-sayuran, daging sapitelur, dan saus pedas gochujang. Namanya secara harafiah berarti "nasi campur" yang berasal dari kata 비빔 (campur) dan  (nasi). Sebelum dimakan, nasi dan lauk diaduk menjadi satu.
Bibimbap memiliki variasi yang banyak menurut daerahnya di Korea. Kota Jeonju di Jeolla Utara adalah kota asal variasi bibimbap daerah yang paling terkenal di Korea. "Jeonju bibimbap" (nasi campur Jeonju) merupakan bibimbap yang berisi lauk pauk yang paling banyak di Korea.
Terdapat beberapa teori mengenai asal usul bibimbab, salah satunya ada yang mengatakan bahwa makanan ini dibuat dari sesaji yang dipersembahkan kepada arwah leluhur. Sehabis melaksanakan jesa, orang-orang saling berbagi makanan sesaji dan mencampurkannya dalam mangkuk. Ada pula makanan sejenis yang dinamakan heotjesabap atau "makanan sehabis jesa". Nasi campur daging sapi yang berasal dari Kota JinjuProvinsi Gyeongsang merupakan bibimbap berisi nasi ditambah lauk pauk berupa sayur dan daging sapi mentah (yuk hoe). Menurut sejarah, nasi campur ini tercipta pada masa Perang Imjin ketika rakyat setempat harus menyiapkan masakan yang praktis pada saat-saat genting.
Dolsot bibimbap (돌솥 비빔밥) merupakan bibimbap yang dihidangkan dalam mangkuk dari batu yang sudah dipanaskan. Dolsot berarti "mangkuk batu". Panas dari mangkuk batu akan mematangkan telur mentah yang diletakkan di atas nasi sebagai lauk. Sebelum nasi dimasukkan, minyak wijen dituangkan di dasar mangkuk batu agar terbentuk lapisan kerak nasi yang harum dan garing di dasar mangkuk.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daily Activity OJT Gammara Hotel Makassar

Assalamualaikum wr wb       Saya tidak cukup 6 bulan training, saya training 5 bulan lebih. sebenarnya saya ingin mengahbiskan masa saya...